HALMAHERA SELATAN — Tudingan DPC Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Halmahera Selatan terhadap pembentukan Media Center IKA Togale dinilai keliru dan tidak berdasar. Pihak Media Center IKA Togale menegaskan, lembaga yang baru dibentuk itu bukanlah alat politik pun, apalagi milik pemerintah daerah.
Sebaliknya, keberadaan Media Center tersebut justru untuk mendukung semangat pembangunan dan memperkuat komunikasi masyarakat yang sehat di Halmahera Selatan.
“Kami bukan bagian dari Pemda, bukan pula alat kekuasaan siapa pun. Media Center IKA Togale adalah bidang yang ada dalam Panguyunan IKA Togale, Jadi menuduh kami alat politik Pemda itu tudingan yang ngawur,” tegas Tarmizi Usman, Plt Ketua Media Center IKA Togale, kepada wartawan, Selasa (21/10/2025).
Menurut Tarmizi, pernyataan GPM yang menyebut pembentukan media center sarat kepentingan politik terlalu tendensius dan berpotensi mengacaukan publik. Ia menegaskan, pendirian Media Center IKA Togale merupakan hasil musyawarah internal organisasi sebagai wadah komunikasi, publikasi, dan penguatan informasi antaranggota serta masyarakat luas.
“Langkah ini adalah bagian dari kontribusi Ika Togale untuk membangun ruang informasi yang positif dan mendukung agenda pembangunan Halsel,” ujarnya.
Senada menyampaikan Rodi Sipondak, selaku Juru Bicara Media Center IKA Togale. Ia mengatakan, media center yang dibentuk tidak berkomitmen mengedepankan pemberitaan yang edukatif, berimbang, dan mendorong kemajuan daerah.
“Kami justru ingin membantu menciptakan ruang informasi yang menyejukkan. Kalau semua media sibuk membahas isu politik, lalu siapa yang akan menulis kesuksesan pembangunan di bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan dll?” ujar Rodi menyentil.
Ia menambahkan, tidak ada satupun kebijakan organisasi yang diarahkan oleh pemerintah daerah. Semua struktur dan program kerja dibentuk melalui mekanisme organisasi yang sah dan mandiri.
“IKA Togale punya tanggung jawab moral untuk menjaga ikut stabilitas sosial. Kami bukan corong Pemda, tapi kami juga tidak anti terhadap pemerintah. Selama kebijakan pemerintah membawa manfaat bagi masyarakat, tentu kami dukung,” imbuhnya.
Keduanya juga menilai tudingan GPM yang menyeret nama Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Halsel, Noce Tutonunu, sebagai bagian dari kepentingan politik identitas yang terlalu dipaksakan. Menurut mereka, kehadiran Noce dalam forum pembentukan media center semata-mata bagian dari organisasi Ika Togale, bukan orang yang sedang menjalankan fungsi jabatannya sebagai kepala dinas.
“Kalau setiap orang Togale yang kebetulan pejabat dan tergambung dalam Ika Togale lalu dianggap mewakili Pemda, maka logikanya sangat salah. Jangan kita bangun argumentasi diatas dasar data kabar angin, ini berbahaya,” kata Rodi menegaskan.
Lebih jauh lagi, Media Center IKA Togale menegaskan hadir untuk mengisi ruang publik dengan informasi konstruktif di tengah derasnya pemberitaan yang kerap lebih menonjolkan sensasi dibandingkan substansi.
“Kami tidak ingin masyarakat Halsel terus dijejali isu-isu negatif. Kami hadir untuk mengabarkan hal-hal positif kemajuan desa, kiprah anak muda, budaya lokal, hingga potensi daerah. Itu kontribusi nyata kami bagi Halsel,” ujar Tarmizi.
Pihaknya juga menepis keras tudingan bahwa IKA Togale berwatak eksklusif. Sebaliknya, organisasi ini disebut selalu menjunjung tinggi nilai-nilai pluralisme dan kebersamaan lintas etnis di Halmahera Selatan.
“Kami tidak membeda-bedakan. Bacan, Gane, Makian, Obi — semua adalah saudara. Kami bagian dari keluarga besar Halsel, bukan tandingan siapa pun,” tutur Rodi.
Dalam penutup pernyataannya, Ketua Media Center Ika-Togale Halsel mengajak semua pihak, termasuk GPM, untuk menjaga etika dalam mengancam dan menempatkan perbedaan pandangan sebagai dialog ruang, bukan kualitas.
“Kalau niat kita sama untuk membangun Halsel, maka kritik seharusnya jadi bahan diskusi, bukan alat menyerang. Mari saling menguatkan, bukan saling menjatuhkan,” tutupnya. (Redaksi/cris).

