“Pengelolaan Hutan Yang Buruk dan Manusia Tidak Lagi Menginspirasi Tindakan Etis”. Begitulah, saya membaca semiotika maskot si Mocan dalam peluncuran tahapan pilkada 2024, selasa 11 Juni, oleh KPU Kabupaten Halamhera Selatan di Aula Polres Halsel.
Si Mocan jadi Maskot tandanya hutan Halamhera Selatan kian tergerus. Kesadaran lingkungan mulai memburuk. Kebersamaan manusia bukan lagi satu-satunya nilai melandasi manusia bertindak etis.
Laporan BPS Maluku Utara 2021-2023, Tentang Luasa Hutan 10 Kabupaten/Kota. Luas Hutan Lindungan, Suaka Alam dan Pelestarian Alam Kabupaten Halmahera Selatan mengalami penurunan yang cukup signifikan. Luas hutan lindung Tahun 2021, 131.446, 16 Ha. Turun menjadi 28.948, 37 di tahun 2022, dan turus menyempit ke 26.626, 58 Ha di tahun 2023. entalah, nasib hutan lindung Halsel di tahun-tahun berikutnya.
Di satu sisi Hutan Suaka Alam dan Pelestarian Alam, tempat bermain Si Mocan dan Hewan mamalia lainnya, mengalami penurunan yang cukup drastis dalam kurung waktu 1 tahun. Tahun 2021 dari 42.353, 75 Ha menjadi 16.071,81 Ha di tahun 2022.
Tentu, data di atas bukan sesuatu yang menggembirakan. Ini adalah petanda, bahwa esok akan menjadi cerita. Bahwa dulu kalah ada kawanan mocan disini dan disana. Bahwa dulu kalah ada pepohonan yang menjulang tinggi dikelilingi semak belukar.
KPU Halsel dengan Maskot Mocan-nya. memicu ingatan publik, bahwa ada masalah dalam pengelolaan hutan oleh Pemerintah Provinsi. Bahwa Pemda tidak memiliki daya proteksi terhadap hutan kita.
Ada asumsi Etis, KPU Halsel memilih Mocan sebagi maskot. Dalam tulisan singkat Munzir, Komisioner KPU, yang di bagikan dibeberapa whatsapp grup, mencoba menerjemahkan aspek solidaritas Mocan. Psikologis dibalik tulisan ini, hendak mengajak kita, menjadikan ke-akur-an Mocan, sebagai inspirasi mewujudkan Pilkada Halsel 2024 yang Luber dan Jurdil.
Pilihan Etis ini sekaligus menyiratkan makna bahwa ada degradasi nilai, sehingga sisi etis manusia tidak lagi menginspirasi untuk mewudkan pilkada yang demokratis. Tentu KPU menjadikan maskot Mocan sebatas simbol solidaritas. Namun minimal mempertimbangkan aspek historis dari simbol tersebut, Karena kawanan Mocan bisa dibaca secara berbeda, apakah aspek solidaritasnya, atau aktivititasnya menyerobot tanaman coklat dan jagung milik petani di wilayah Bacan Timur tengah.
Semoga KPU baru memilih maskot ini tidak sedang mengolok-olok KPU lama berserta jajaran penyelenggarahnya, soal kekacauan Pleno Hasil pileg 2024 hingga harus berakhir di Mahkama Konstitusi, karena dugaan saling serobot suara, seperti mocan menyerobot tanaman petani.
Akhirnya, mari kita jadikan ajang elektoral sebagai evalusi publik terhadap pemerintahan lama, bukan ajang mengukuhkan simbol-simbol kekuasaan lama.
Penulis : Rodi Sipondak

