Everd Elseos Martin Utubira – Dosen Universitas Halmahera
Secara nasional, pemerataan akses dan layanan pendidikan sudah barang tentu menjadi harapan dan dambaan oleh semua lapisan masyarakat, khususnya Maluku Utara sebagai wilayah lintas pulau. Pemerataan, menurut Onisimus Amtu adalah sebuah konsep yang mengarah pada pemenuhan kebutuhan pendidikan secara menyeluruh dalam menjangkau tiap individu maupun kelompok masyarakat secara nasional. Pendidikan adalah kebutuhan dasar manusia yang karenanya, segala hak yang melekat pada diri tiap individu sebagai warga Negara Indonesia perlu diusahakan ketercapainnya secara setara dan merata sebagaimana yang diamatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 31 ayat 1 sampai 5.
Kenyataannya, setelah 79 tahun Indonesia merdeka, akses, layanan dan wujud pemerataan pendidikan secara khusus bagi masyarakat Maluku Utara menjadi sebuah persoalan mendasar yang mestinya mendapatkan perhatian lebih. Sebab, Maluku Utara merupakan wilayah lintas pulau dengan segala persoalan, ciri dan kekhasannya yang khas.
Kondisi ini mengakibatkan sebagian masyarakat Maluku Utara yang mendiami pulau-pulau kecil nan jauh dari Ibu Kota baik Kabupaten maunpun Provinsi seperti Pulau Obi terpaksa menikmati layanan pendidikan dengan kondisi apa adanya dan memprihatinkan selama berpuluh-puluh tahun. Berpuluh-puluh tahun pula, segala daya dan upaya dilakukan untuk mengiringi setiap perubahan kebijakan dalam sektor pendidikan yang perubahannya tidak dapat diterawang dan dipastikan. Akibatnya, ketertinggalan adalah sebuah keniscayaan yang mesti diterima dengan dada yang lapang. Akses, informasi dan komunikasi yang terbatas harus terus menerus dinikmati secara terpaksa melalui laut adalah hal yang tidak bisa dinafikan. Sebab, begitulah kenyataannya.
Kini, kita telah menginjakkan pada pada apa yang disebut revolusi 5.0. Revolusi 5.0 adalah perubahan kecanggihan teknologi yang identik dengan sebuah sinergi tentang peradaban manusia dan teknologi yang harus bersanding dan berjalan beriringan tanpa ada yang cidera. Hal ini tentu memberi dampak positif dan negatif bagi sektor pendidikan. Ditambah lagi berbagai macam perubahan kebijakan dalam pendidikan oleh Mas Menteri Pendidikan seperti merdeka belajar, kurikulum merdeka, sekolah penggerak, guru penggerak hingga penghapusan/pergatian ujian nasional dengan asesmen. Lengkaplah sudah penderitaan bagi pendidik, peserta didik dan sekolah-sekolah terluar di Provinsi Maluku Utara secara khusus pulau Obi. Sebab, laju perubahan kebijakan sektor pendidikan tidak selaras dengan pemerataan pendidik serta sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan pendidikan.

Kesenjangan pemerataan pendidikan bagi wilayah-wilayah terluar ini berimbas pada sedikitnya jumlah lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang melajutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi. Kenapa demikian? Pertama: konstruk berpikir mereka yang tidak terrangsang dengan baik tentang bagaimana pendidikan di dunia perguruan tinggi. Kedua: gagap teknologi dalam hal ini kemampuan dalam menggunakan komputer, karena sekolah-sekolah mengalami krisis sarana dan prasarana laboratorium komputer, sehingga anak-anak yang sudah lulus pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) merasa takut untuk bersaing dengan anak-anak diluar sana. Ketiga: rangsangan akan pentingnya pendidikan bagi anak-anak semacam fluktuatif karena ketakutan untuk berhadapan dengan kecanggihan teknologi.
Berangkat dari hal-hal tersebut diatas, mestinya setiap perubahan kebijakan dalam pendidikan perlu memperhatikan kondisi dan kenyataan akan sekolah-sekolah di wilayah terluar dan terisolasi. Perubahan-perubahan kebijakan itu mesti dibarengi dengan pemerataan baik dari segi pendidik maupun sarana dan prasarana. Sehingga, usaha-usaha yang dilakukan dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan baik itu tujuan nasional, institusional, instruksional, hingga tujuan kurikuler dapat terorganisir dan terlaksana dengan baik sebagai satu kesatuan tujuan bersama untuk kepentingan bersama yang tidak terkesan tambal sulam. Disinilah diperlukan adanya suatu manajemen yang baik untuk memanage keputusan dan kebutuhan serta dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan dalam memutuskan suatu perubahan kebijakan dalam sektor pendidikan.

