Halsel-Dodominews.com- Praktisi hukum Naimudin K. Habib, SH yang juga Ketua DPC Kongres Advokat Indonesia Kabupaten Halmahera Selatan menegaskan bahwa pihak yang merasa dirugikan atas pelantikan empat kepala desa tetap memiliki ruang untuk menempuh upaya hukum.
Menurut dia, setiap keputusan atau tindakan pemerintah pada dasarnya dianggap sah dan benar berdasarkan hukum, hingga adanya pembuktian atau putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan sebaliknya. Prinsip ini dikenal dengan asas Presumptio Lustae Causa.
“Asas ini juga disebut praduga rechtmatig atau praduga kebenaran dalam konteks hukum administrasi negara. Artinya, keputusan tata usaha negara (KTUN) wajib dilaksanakan terlebih dahulu sebelum ada pembuktian bahwa keputusan tersebut melawan hukum,” kata Naimudin.
Ia menjelaskan, jika sebuah Keputusan TUN dianggap tidak jelas atau menimbulkan ambiguitas, maka pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk meminta penafsiran.
Dasar hukum mengenai penafsiran putusan diatur dalam Pasal 115 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang telah diubah. Aturan ini juga dipertegas dalam Pasal 227 Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Mediasi dan Pengaduan di semua tingkatan pengadilan.
“Jika ada keraguan mengenai makna putusan, hakim yang mengadili perkara dapat menafsirkan maksud putusan tersebut atas permintaan para pihak, baik penggugat maupun tergugat, atau salah satu pihak yang merasa dirugikan,” ujarnya.
Dalam praktiknya, hakim akan mengeluarkan penetapan yang berisi penafsiran atas putusan perkara aquo. Dari situ, dapat diketahui apakah amar putusan hanya bersifat deklaratoir, yakni membatalkan objek sengketa berupa Surat Keputusan Nomor 131, atau juga bersifat penetapan dan memuat perintah melantik penggugat.
Namun, jika permohonan penafsiran tidak diajukan, Naimudin menambahkan, masih ada upaya hukum lain. Pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan baru apabila pejabat TUN, dalam hal ini Bupati Halmahera Selatan, keliru dalam melaksanakan putusan PTUN.
“Dalam kondisi itu, objek sengketanya adalah Surat Keputusan tentang empat kepala desa yang baru saja dilantik,” tegasnya.

